Rabu, 6 Januari 2010

Pesan Wali Songo (Sunan Kalijogo)

Versi jowo Pesan Sunan Kalijogo: ”Besuk yen kali wus ilangkedunge, pasar wus ilang kumandange, wong wadon wus ilang wirange. Mongko enggalo topo lelono jajah desomilang kori, ojo ngasi bali sak durunge patang sasi, entuk wisik soko sanghyang widi”. Versi melayu Besuk yen kali wus ilang kedunge (Besok jika sungai telah hilang lubuknya), dan kenyataan saat ini hampir semua sungaitidak ada lubuknya baik sungai besar maupun kecil, bahkan sampai pada sungai-sungai besar di luar Jawa, mungkin dikarenakan adanya erosi. Pasar wus ilang kumandange (pasar telah kehilangan gaungnya), kenyataan yang terjadi sekarang, pasar telah berubah menjadi mal-mal, supermarket dan minimarket yang tidak ada tawar menawar. Bahkan akhir-akhir ini banyak pedagang kaki lima yang digusur. Wong wadon wus ilang wirange (Perempuan sudah hilang sifat malunya), mungkin karena pengaruh budaya orang kafir yang demikian gencarnya. Dan yang paling banyak terpengarauh adanya kaum wanita, dan dapat kita lihat di tempat-tempat hiburan, wisata dll, kemaksiatan di sana kebanyakan disebabkan karena perempuan. Bayangkans enadainya semua wanita menutup aurat secara sempurna ( bercadar ), maka kurang lebih 80-90 persen kemaksiatan akan hilang dengan sendirinya. Pesan dari Sunan Kalijogo di atas merupakan suatu tanda bahwa fitnah besar telah tiba, jika yang dimaksud dengan fitnah adalah lemahnya agama dan banyaknya kemaksiatan, maka inipun sudah tiba. Atau jika yang dimaksudkan kebingungan ummat baik di kalangan rakyat ataupun pemerintahan, akaya atau miskin, tua atau muda, maka sudah nampak bahwa hampir semua dalam keadaan bingung walaupun dalam kapasitas yang berbeda satu dengan lainnya. Sehingga ummat saat ini tidak mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan, orang yang bekerja hanya asal bekerja, asal bisa dapat makan, asal bisa memperoleh kesenangan. Dan penawar dari semua masalah di atas adalah ”Mongko enggalo topo lelono jajah deso milang kori,ojo ngasi bali sak durunge patang sasi, entuk wisik soko sanghyang widi”. (Maka bersegeralah bertapa dan berkelana, menjelajah desa, mengetuk setiap pintu, jangan sampai pulang sebelum selesai empat bulan dan mendapat ilham dari Dzat Yang Maha Esa), bertapa yang biasa dijalankan di dalam gua, gunung dan tempat-tempat yang sepi, namun dalam pesan Sunan Kalijaga diperintahkan agar bertapa dengan berkelana menjelajahi desa dan perkampungan, mengetuk pintu (hal ini persis dengan apa yang dilakukan oleh ummat Islam yang berdakwah dengan khuruj fi sabilillah).